Pidato Pembina Upacara
Pidato Pembina Upacara
Senin
Tanggal 22 Agustus 2016
Assalamualaikum
Wr.Wb.
Puji Syukur senantiasa
kita panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayahNya kita dapat
berkumpul dalam kegiatan upacara bendera yang biasa kita lakukan setiap hari
senin.
Yang terhormat Bapak
Kepala Sekolah, yang terhormat para Wakasek, reka-rekan guru dan staf Tata
Usaha serta anak-anaku sekalian yang sangat Bapak banggakan.
Pertama-tama Bapak
ucapakan terima kasih kepada para petugas upacara terutama kelas IX C yang
telah menunjukkan kemampuannya terbaiknya meskipun dengan persiapan dan latihan
yang terbatas. Terimakasih juga Bapak ucapkan kepada seluruh peserta upacara
yang telah mengikuti kegiatan upacara ini dengan cukup khidmat.
Bapak akan menyampaikan
amanat ini, dengan judul: “Jiwa yang Merdeka (Spirit Independent)”.
Merdeka menurut KBBI merdeka adalah bebas, bebas dari penghambaan, penjajahan
atau tidak terikat oleh seseuatu apapun. Dengan demikian dapat diartikan jiwa
yang merdeka adalah jiwa yang otonom (berdiri sendiri). Kita sebagai pelajar
harus memiliki jiwa yang merdeka yakni kekuatan batin yang dapat membebaskan
diri dari sikap malas: “malas belajar, malas membaca, malas menggali atau
mengeksplorasi segenap kemampuan yang kita miliki (yakni potensi logika dan
kemampuan nalar, kinestetis, potensi motorik dan potensi yang lainnya).
Jika
kita masih memiliki sikap malas, malas belajar, malas membaca, malas berkarya,
malas dan enggan berfikir itu artinya kita masih dalam posisi terjajah atau
posisi dependent spirit: jiwa yang
masih terjajah. Sebagai contoh tokoh-tokoh dunia yang memiliki independent spirit, jiwa yang merdeka, bahkan penjara sekalipun
tidak membatasinya untuk menghasilkan karya-karya yang besar:
1.
Adolf Hitler menyusun buku fenomenal
yang berjudul “Mein Kamp “ (Perjuanganku)
pada tahun 1923 pada saat dia dipenjara;
2.
Soekarno, pada usia 28 tahun menyusun
Pledoi (pembelaan) yang diberi judul “Indonesia Menggugat” hasil kajiannya terhadap 80 judul buku pada
saat beliau diasingkan dan dipenjara oleh penjajah Belanda;
3.
Selanjutnya tokoh dan pemikir Islam
seperti: Sayyid Quthub (Tahun 1960-an) dan Ibbu Taimiyah (Tahun 1200an)
menghasilkan banyak kitab dan buku justru pada saat beliu dipenjara;
Bagi tokoh-tokoh tersebut penjara sama sekali tidak
menghalanginya untuk berkarya, itu kenapa...? Karena mereka memiliki tekad,
kekuatan batin. Kekutan batin itu pulalah yang dapat mengendalikan perilakunya,
bahkan kekuatan batin, motivasi, hasrat dan keinginan, serta keikhlisan itu
pulalah yang dapat meningkatkan kinerja otaknya berkerja secara sangat baik.
Menurut pendapat Dr. Salamun dengan mengutip Howard
Gardner (1983) dalam “Frames of Mind: The
Theory of Multiple Intelligences” dan Howard Gardner (1999) dalam “Intelligences
Reframed: Multiple Intelligences for the 21 st Century”. Menyebutkan bahwa
otak kita diselimuti lapisan tipis yang berlendir diseburt sebagai Equilibrium.
Jika kita memiliki jiwa dengan motivasi yang tinggi, hasrat yang besar, penuh
keikhlasan dan rasa yang selalu dipenuhi dengan perasaan senang tanpa tertekan,
maka lapisan equilibrium tersebut agak menebal. Jika lapisan tersebut menebal
dapat dipastikan sel-sel otak (neuron) akan memposiskan diri secara tegak
lurus. Jika posisi tegak lurus maka neuron tersebut layaknya antena yang siap
untuk menerima berbagai informasi dan pelajaran. Itu juga berarti otak kita akan
bekerja dengan sangat optimal.
Sebaliknya jika kita memiliki jiwa dan perasaan yang
tidak ikhlas, sangat terpaksa, jengkel, marah, benci tidak senang, mangkel dan
miskin dan minim motivasi maka Equilibrium tersebut akan menipis yang
menyebabkan posisi neuron tidak dalam posisi tegak bahkan tiarap, itu artinya
jangan harap kita mampu menyerap informasi atau pelajaran, jangan pula berharap
otak kita bekerja secara baik sama artinya kita tidak akan mampu menyerap
pelajaran dengan baik.
Kesimpulannya, tempatkan jiwa kita sebagai jiwa yang
merdeka: jiwa yang terbebas dan tidak terpenjara oleh rasa malas, malas
belajar, malas membaca dan malas mengeksplorasi segenap potensi yang kita
miliki.
Sebagai closisng
word: dikutip dari Akbar Zainudin: 2011 “Sebesar kemauanmu sebesar itu pula
yang kau dapatkan” .
Tasikmalaya,
20 Agustus 2016
DADANG
HUDAN DARDIRI,S.Pd.,M.Pd.
0 comments: