"PRAMUKA SEBAGAI AGEN OF CHANGE"

Oleh: Dadang Hudan Dardiri, S.Pd.,M.Pd.


Kepanduan/Pramuka dunia didirikan pada 25 Juli 1907, oleh Robert Stephenson Smyth Baden Powell, berpangkat Mayor jenderal di kesatuan angkatan darat Inggris, juga mendapat gelar 'SIR'. Gelar 'SIR' biasanya diberikan oleh Commander of the Order of British Empire (CBE), gelar ini diberikan kepada seseorang yang memiliki prestasi dan kotribusi luar biasa dalam bidangnya. Selanjutnya beliau menulis buku berjudul: "Scouting for Boys" .

Gagasan tersebut kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menjadi gerakan Kepanduan, yang di Indonesia disebut dengan Pramuka. Kemudian pada 14 Agustus 1961, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 448 Tahun 1961, Panji Gerakan Pramuka ditetapkan oleh presiden Soekarno.

Pramuka dengan karakter dan jiwa tangguhnya sangat dibutuhkan dalam berbagai keadaan. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia NO.12 Tahun 2020, dijelaskan bahwa tujuan gerakan Pramuka adalah membentuk setiap anggota pramuka agar memiliki kepribadian beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum dan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa.

Pramuka adalah singkatan dari "Praja Muda Karana”: artinya rakyat muda yang berkarya. Kita tahu bahwa generasi muda adalah tunas-tunas bangsa sebagai penerus cerita pelanjut sejarah pemegang tongkat estafet perjuangan para pendahulu, sehingga Syekh Mustofa Al-Ghulayaini seorang pujangga Mesir menegaskan: "Sesungguhnya pada tangan pemudalah urusan umat dan di kaki-kaki merekalah terdapat kehidupan umat”.

Selanjutnya Ir. Soekarno mengatakan: "Beri aku seribu orang tua niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia". Selain itu Abraham Maslow (2012), menyatakan bahwa manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya. Salah satu contoh aktualisasi diri adalah mengaktualisasikan diri lewat sikap "berani." Makna perjuangan bagi pemuda adalah "berani", Berani: berani berjuang demi bangsa.

Menurut Nelson Mandela "Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, dengan pendidikan anda dapat mengubah dunia." Hal itu diperkuat banyaknya negara yang merdeka setelah lahirnya kaum intelektual. Oleh karena itu berjuang demi bangsa dapat dimulai dengan terus belajar dan menjadi pemuda yang haus akan ilmu pengetahuan.

Baharudin Jusuf Habibie mengatakan setidaknya adanya 5 hal yang harus kita hindari, yakni:

1. Lemah harta

2. Lemah fisik

3. Lemah ilmu

4. Lemah semangat hidup

5. Lemah akhlak

Jika seandainya kelemahan itu melekat pada pemuda maka dapat dipersepsikan bahwa pemuda tersebut bukan sebagai pelopor pembangunan dan agen of change melainkan sebagai virus pembangunan atau virus perubahan. Penghambat dan bahkan penghancur pembangunan.





1 comment: