Jiwa yang Merdeka (Spirit Independent)"











“Jiwa yang Merdeka (Spirit Independent)”
Oleh: Dadang Hudan Dardiri, S.Pd.M.Pd.



“Jiwa yang Merdeka (Spirit Independent)”. Merdeka menurut KBBI merdeka adalah bebas, bebas dari penghambaan, penjajahan atau tidak terikat oleh seseuatu apapun. Dengan demikian dapat diartikan jiwa yang merdeka adalah jiwa yang otonom (berdiri sendiri). Kita sebagai manusia harus memiliki jiwa yang merdeka yakni kekuatan batin yang dapat membebaskan diri dari sikap malas: “malas belajar, malas membaca, malas menggali atau mengeksplorasi segenap kemampuan yang kita miliki (yakni potensi logika dan kemampuan nalar, kinestetis, potensi motorik dan potensi yang lainnya).
Jika kita masih memiliki sikap malas, malas belajar, malas membaca, malas berkarya, malas dan enggan berfikir itu artinya kita masih dalam posisi terjajah atau posisi dependent spirit: jiwa yang masih terjajah. Sebagai contoh tokoh-tokoh dunia yang memiliki independent spirit,  jiwa yang merdeka, bahkan penjara sekalipun tidak membatasinya untuk menghasilkan karya-karya yang besar:
1.      Adolf Hitler menyusun buku fenomenal yang berjudul “Mein Kamp “ (Perjuanganku) pada tahun 1923 pada saat dia dipenjara;
2.      Soekarno, pada usia 28 tahun menyusun Pledoi (pembelaan) yang diberi judul “Indonesia Menggugat” hasil kajiannya terhadap 80 judul buku pada saat beliau diasingkan dan dipenjara oleh penjajah Belanda;
3.      Selanjutnya tokoh dan pemikir Islam seperti: Sayyid Quthub (Tahun 1960-an) dan Ibbu Taimiyah (Tahun 1200an) menghasilkan banyak kitab dan buku justru pada saat beliu dipenjara;
Bagi tokoh-tokoh tersebut penjara sama sekali tidak menghalanginya untuk berkarya, itu kenapa...? Karena mereka memiliki tekad, kekuatan batin. Kekutan batin itu pulalah yang dapat mengendalikan perilakunya, bahkan kekuatan batin, motivasi, hasrat dan keinginan, serta keikhlisan itu pulalah yang dapat meningkatkan kinerja otaknya berkerja secara sangat baik.
Menurut pendapat Dr. Salamun dengan mengutip Howard Gardner (1983) dalam “Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences” dan Howard Gardner (1999)  dalam “Intelligences Reframed: Multiple Intelligences for the 21 st Century”. Menyebutkan bahwa otak kita diselimuti lapisan tipis yang berlendir diseburt sebagai Equilibrium. Jika kita memiliki jiwa dengan motivasi yang tinggi, hasrat yang besar, penuh keikhlasan dan rasa yang selalu dipenuhi dengan perasaan senang tanpa tertekan, maka lapisan equilibrium tersebut agak menebal. Jika lapisan tersebut menebal dapat dipastikan sel-sel otak (neuron) akan memposiskan diri secara tegak lurus. Jika posisi tegak lurus maka neuron tersebut layaknya antena yang siap untuk menerima berbagai informasi dan pelajaran. Itu juga berarti otak kita akan bekerja dengan sangat optimal.
Sebaliknya jika kita memiliki jiwa dan perasaan yang tidak ikhlas, sangat terpaksa, jengkel, marah, benci tidak senang, mangkel dan miskin dan minim motivasi maka Equilibrium tersebut akan menipis yang menyebabkan posisi neuron tidak dalam posisi tegak bahkan tiarap, itu artinya jangan harap kita mampu menyerap informasi atau pelajaran, jangan pula berharap otak kita bekerja secara baik sama artinya kita tidak akan mampu menyerap pelajaran dengan baik.
Kesimpulannya, tempatkan jiwa kita sebagai jiwa yang merdeka: jiwa yang terbebas dan tidak terpenjara oleh rasa malas, malas belajar, malas membaca dan malas mengeksplorasi segenap potensi yang kita miliki.
Sebagai closisng word: dikutip dari Akbar Zainudin: 2011 “Sebesar kemauanmu sebesar itu pula yang kau dapatkan” .

0 comments: